Sunday, August 23, 2009

CaRam (Catatan Ramadhan), Edisi 2: Sepatu Sendal

Sudah seminggu-an, aku mengenakan sepatu sendal tak sama. Beda motif antara yang kanan dan yang kiri. Meskipun, model dan nomornya pun sebetulnya sama. Tetap saja aku merasa tak mejing. Karena perasaanku selalu saja tak lena ketika mengenakan sepatu sendal itu (tak sama.ed). Mungkin perasaan ini –tak lena karena hilang kenyamanan—yang dimaksud Malcolm Gladwell dalam bukunya: Blink, Kemampuan Berpikir Tanpa Berpikir.

Sore tadi, hari pertama puasa (1430 H), aku menuju ke maidaturrahman (buka puasa bersama) di masjid dekat rumah. Dua kawanku juga turut serta. Kami sama-sama antusias menyambut buka puasa perdana.

Aku masih memakai sepatu sendal tak sama. Yang kanan, aku yakin, bukan lah pasangan yang kiri. Yaitu sepatu sendalku yang asli. Aku sendiri tak tahu, siapa, yang satu saat meminjam sepatu sendalku, kemudian mengembalikan dalam keadaan keliru? Sebab, kami –kawan serumah—biasa meminjam tanpa minta ijin, asal dikembalikan dalam keadaan seperti semula.

Ah, tak usah ambil pusing. Mungkin ini memang murni khilaf. Begitu perasaanku waktu pertamakali mendapati sepatu sendalku keliru. Dan namanya orang lupa, mau diapakan lagi? Atau barangkali memang keadaan --misalnya orang lain yang memakai pasangan sepatu sandalku lebih dulu-- baru kemudian kawanku mendapati sepatu sendalku sudah keliru. Begitulah. Sebisa mungkin, aku tak ingin berprasangka buruk pada kawanku.

Di rumahku memang seperti itu. Kawan-kawan berusaha membiasakan diri menghadapi masalah dengan sudut pandang simpati. Jika ada kawan terlelap tidur waktu siang, kami beranggapan bahwa ia sedang letih atau baru mengkatamkan beberapa buku. Kalau ada kawan tak melakukan apa-apa, kami anggap bahwa ia tengah memikirkan atau mencari sesuatu. Mungkin sedang berusaha menemukan jati diri.

***

Suara adzan maghrib menggema. Matahari merayap turun, tenggelam di langit barat. Angin mendesau menyapu jalanan, sesekali menampar mukaku yang lesu. Di hadapan kami, orang-orang berlarian menuju masjid Sarbini. Tujuan mereka sama dengan kami: mengikuti buka puasa bersama.

Tiba di depan pintu masjid, seorang Bapak menyodorkan sekotak kurma. Sebagai menu pembuka sebelum makanan berat. Aku mengambil beberapa biji. Demikian juga dengan dua kawanku. Lantas, kami segera masuk masjid dan bersiap melaksanakan sholat maghrib berjama'ah. Imam sholat membaca sepenggal surat Al-Baqarah. Berisi tentang kewajiban menunaikan puasa. Sholat maghrib pun usai. Sang Imam mengomando jama'ah agar segera menuju tempat berbuka.

Seluruh jama'ah bersiap meninggalkan shaf masing-masiang. Tentu saja hendak mempersiapkan diri untuk berbuka. Seperti gado-gado, menu sahurku pagi ini, jama'ah terdiri dari berbagai ras. Banyak mahasiswa Asia, Juga beberapa orang Rusia. Orang hitam pun tak kalah ramai memadati ruangan. Aku mengarahkan langkahku menuju rak sandal ketika terlihat beberapa kawan media Terobosan. Langsung saja kuhampiri dan kusalami mereka.

"Hei bro, Arik! Apa kabar?"

"Hamdulillah, gimana dirimu?"

"Lumayan, sudah mendingan. Oia, kabarnya Terobosan sudah mau terbit?"

"Iya, sebentar lagi."

Kami ngobrol sambil jalan. Aku minta maaf, tak bisa menghadiri up-grading kru baru karena sakit. Ini juga baru mendingan. Arik, yang juga Pimpinan Perusahaan media Terobosan, bercerita sedikit tentang kondisi kru baru. Katanya, kru baru kali ini lumayan-lumayan berani. Tak canggung untuk melakukan reportase. Obrolan kami terhenti ketika sampai di depan rak sendal. Kami mencari sendal masing-masing. Kuedarkan pandangan mencari sepatu sendal yang keliru.

Yup, ketemu! Tapi aku langsung terkesiap. Ternyata terdapat dua pasang sepatu sendal yang keliru. Sama dengan sepatu sendalku tadi, ada sepasang sepatu sendal yang motifnya beda. Kulihat, motif bagian kanannya, sama dengan punyaku. Sementara yang kiri, sama persis seperti yang kupakai.

Sangat sulit, untuk tidak menyangka bahwa, itulah pasangan sepatu sendalku yang keliru. Sepatu sendal kananku, cocok berpasangan dengan sepatu sendal itu, yang kiri. Tak banyak pikir, langsung saja kutukar sepatu sendalku yang keliru. Ternyata memang cocok. Jadi, sepertinya memang dua pasang sepatu sendal sepatu itu saling tertukar. Aku tak langsung keluar masjid seperti biasanya. Sejenak, kutunggu orang yang memakai sepatu sendal keliru, selain diriku. Naluriku mengatakan bahwa kita saling kenal. Sering bertemu dan berhubungan. Namun, seorang kawan tiba-tiba menyeretku. Aku pun belum sempat bertemu, dengan pemakai sepatu sandal yang keliru. Selain diriku.

Tub Ramli, Kairo. Minggu, 23 Agustus 2009

Seja o primeiro a comentar

Post a Comment

Followers

Ekspedisi Laki-laki © 2008 Template by Dicas Blogger.

TOPO